enzim

ENZIM DAN PENGENDALIANNYA
Enzim adalah biomolekul yang berfungsi sebagai katalis (senyawa yang mempercepat proses reaksi tanpa habis bereaksi) dalam suatu reaksi kimia. Hampir semua enzim merupakan protein yaitu rantai asam amino yang melipat. Tiap-tiap urutan asam amino menghasilkan struktur pelipatan dan sifat-sifat kimiawi yang khas.
A. Ciri-Ciri Enzim
Enzim adalah protein yang berperan sebagai katalis dalam metabolisme makhluk hidup. Enzim berperan untuk mempercepat reaksi kimia yang terjadi di dalam tubuh makhluk hidup, tetapi enzim itu sendiri tidak ikut bereaksi.Enzim adalah katalis hayati. Enzim adalah senyawa organik yang dihasilkan oleh sel-sel hidup. Katalis juga menampakkan spesifisitas atau kekhususan. Artinya, suatu katalis tertentu akan berfungsi pada hanya suatu jenis reaksi tertentu saja.
Enzim dihasilkan didalam sel, beberapa diekskresikan melalui dinding sel dan dapat berfungsi diluar sel. Ada 2 tipe enzim yaitu enzim ekstraselular atau eksoenzim(berfungsi diluar sel),dan enzim intraselular atau endoenzim(nerfungsi dalam sel). Fungsi utama eksoenzim adalah melagsungkan perubaha-perubahan seperlunyapada nutrien disekitarnya sehingga memungkinkan nutrien tersebut memasuki sel. Enzim intraselular mensintesis bahan selular dan menguraikan nutrien untuk menyediakan energi yang dibutuhkan oleh sel.
Sebagai katalis dalam reaksi-reaksi di dalam tubuh organisme, enzim memiliki beberapa sifat, yaitu:
1. Enzim adalah protein, karenanya enzim bersifat thermolabil, membutuhkan pH dan suhu yang tepat.
2. Enzim bekerja secara spesifik, dimana satu enzim hanya bekerja pada satu substrat.
3. Enzim berfungsi sebagai katalis, yaitu mempercepat terjadinya reaksi kimia tanpa mengubah kesetimbangan reaksi.
4. Enzim hanya diperlukan dalam jumlah sedikit.
5. Enzim dapat bekerja secara bolak-balik.
6. Kerja enzim dipengaruhi oleh lingkungan, seperti oleh suhu, pH, konsentrasi, dan lain-lain.
B. Sifat-Sifat Kimiawi dan Fisik Enzim
Enzim akan terdenaturasikan oleh panas,Enzim terendapkan oleh etanol atau garam berkonsentrasi tinggi,Enzim tidak dapat melewati membran semipermeabel.
Beberapa enzim tidak memerlukan komponen tambahan untuk mencapai aktivitas penuhnya. Namun beberapa memerlukan molekul non-protein yang disebut kofaktor untuk berikatan dengan enzim dan menjadi aktif. Kofaktor dapat berupa zat anorganik (contohnya ion logam) ataupun zat organik (contohnya flavin dan heme). Kofaktor dapat berupa gugus prostetik yang mengikat dengan kuat, ataupun koenzim, yang akan melepaskan diri dari tapak aktif enzim semasa reaksi.
Enzim yang memerlukan kofaktor namun tidak terdapat kofaktor yang terikat dengannya disebut sebagai apoenzim ataupun apoprotein. Apoenzim beserta dengan kofaktornya disebut holoenzim (bentuk aktif). Kebanyakan kofaktor tidak terikat secara kovalen dengan enzim, tetapi terikat dengan kuat. Namun, gugus prostetik organik dapat pula terikat secara kovalen (contohnya tiamina pirofosfat pada enzim piruvat dehidrogenase). Istilah holoenzim juga dapat digunakan untuk merujuk pada enzim yang mengandung subunit protein berganda, seperti DNA polimerase. Pada kasus ini, holoenzim adalah kompleks lengkap yang mengandung seluruh subunit yang diperlukan agar menjadi aktif. Contoh enzim yang mengandung kofaktor adalah karbonat anhidrase, dengan kofaktor seng terikat sebagai bagian dari tapak aktifnya.
Koenzim

Model pengisian ruang koenzim NADH
Koenzim adalah kofaktor berupa molekul organik kecil yang mentranspor gugus kimia atau elektron dari satu enzim ke enzim lainnya. Contoh koenzim mencakup NADH, NADPH dan adenosina trifosfat. Gugus kimiawi yang dibawa mencakup ion hidrida (H–) yang dibawa oleh NAD atau NADP+, gugus asetil yang dibawa oleh koenzim A, formil, metenil, ataupun gugus metil yang dibawa oleh asam folat, dan gugus metil yang dibawa oleh S-adenosilmetionina. Beberapa koenzim seperti riboflavin, tiamina, dan asam folat adalah vitamin.
Oleh karena koenzim secara kimiawi berubah oleh aksi enzim, adalah dapat dikatakan koenzim merupakan substrat yang khusus, ataupun substrat sekunder. Sebagai contoh, sekitar 700 enzim diketahui menggunakan koenzim NADH.
Regenerasi serta pemeliharaan konsentrasi koenzim terjadi dalam sel. Contohnya, NADPH diregenerasi melalui lintasan pentosa fosfat, dan S-adenosilmetionina melalui metionina adenosiltransferase.
Apoenzim + koenzim → holoenzim
Tidak aktif tidak aktif aktif
Protein molekul organik
Berat molekul tinggi berat molekul rendah
Tak terdialisis terdialisis
Ada 2 ciri yang amat menyolok mengenai enzim:efisiensi katalitiknya yang tinggi,derajat kekhususannya yang tinggi terhadap substrat.
C. Penamaan dan Klasifikasi Enzim
Tata nama enzim telah diresmikan menurut persetujuan internasional dengan bantuan ”Comission on Enzymes of the International Union of Biochemistry”. Untuk menamakan enzim digunakan akhiran –ase dan ini hanya digunakan untuk enzin tunggal. Untuk penamaan suatu kompleks digunakan kata system. Bagi setiap enzim dianjurkan memiliki 2 nama : nama biasa dan nama sistematiknya. Enzim dibagi dalam enam golongan besar:
 Oksidoreduktase : mengatalisis reaksi oksidasi/reduksi
Enzim golongan ini dibagi dalanm 2 bagian ; dehidrogenase dan oksidase.
 Transferase : mentransfer gugus fungsi
Enzim golongan ini bekerja sebagai katalis pada reaksi pemindahan suatu gugus dari satu senyawa ke senyawa lain. Contohnya yaitu metiltransferase,karboksiltransferase
 Hidrolase ; mengatalisis hidrolisis berbagai ikatan
Enzim ini bekerja sebagai katalis pada reaksi hidrolisis. Ada 3 jenis hidrolase,yaitu yaqng memecah ikatan diester,memecah glikosida,dan yang memecah ikatan peptida. Contoh enzimnya adalah
 Liase:memutuskan berbagai ikatan kimia selain melalui hidrolisis dan oksidasi
Enzim ini mempunyai peranan penting dalam reaksi pemisahan suatu gugus dari suatu substrat atau sebaliknya.Contohnya dekarboksilase,aldolase,dan hidratase
 Isomerase : mengatalisis isomerisasi sebuah molekul tunggal
Enzimyang bekerja pada reaksi perubahan intramolekuler. Contoh perubahan glukosa menjadi fruktosa
 Ligase : menggabungkan dua molekul dengan ikatan kovalen
Enzim ini bekerja pada penggabungan 2 molekul. Enzim ini dinamakan juga enzim sintetase. Contohnya adalah enzim glutamin sintetase.
D. Sifat dan Mekanisme Kerja Enzim
Reaksi enzim dapat dinyatakan dengan persamaan reaksi secara keseluruhan:
Enzim E + substrat S ↔ kompleks enzim – substrat ES ↔ produyk P + enzim E
Yang menjadi pokok dalam teori mekanisme kerja enzim adalah konsep aktivasi substrat yang terjadi setelah pembentukan kompleks enzim substrat(ES). Terjadinya aktivasi molekul substrat ini disebabkan oleh afinitas kimiawi substrat yang tinggi terhadap daerah tertentu pada permukaan enzim yang disebut situs aktif. Distorsi pada beberapa ikatan dapat menyebabkan enzim labil dan mengalami perubahan. Molekul yang mengalami perubahan ditentukan oleh enzim yang bersangkutan sehingga tidak lagi mempunyai afinitas terhadap situs aktif dan karenanya dilepaskan. Enzim kemudian bebas berikatan dengan substrat berikutnya.
Enzim bekerja dalam 2 cara:
Model "kunci dan gembok"



Enzim sangatlah spesifik. Pada tahun 1894, Emil Fischer mengajukan bahwa hal ini dikarenakan baik enzim dan substrat memiliki bentuk geometri yang saling memenuhi. Hal ini sering dirujuk sebagai model "Kunci dan Gembok". Manakala model ini menjelaskan kespesifikan enzim, ia gagal dalam menjelaskan stabilisasi keadaan transisi yang dicapai oleh enzim. Model ini telah dibuktikan tidak akurat, dan model ketepatan induksilah yang sekarang paling banyak diterima.
Model ketepatan induksi

Diagram yang menggambarkan hipotesis ketepatan induksi
Pada tahun 1958, Daniel Koshland mengajukan modifikasi model kunci dan gembok: oleh karena enzim memiliki struktur yang fleksibel, tapak aktif secara terus menerus berubah bentuknya sesuai dengan interaksi antara enzim dan substrat. Akibatnya, substrat tidak berikatan dengan tapak aktif yang kaku. Orientasi rantai samping asam amino berubah sesuai dengan substrat dan mengijinkan enzim untuk menjalankan fungsi katalitiknya. Pada beberapa kasus, misalnya glikosidase, molekul substrat juga berubah sedikit ketika ia memasuki tapak aktif.Tapak aktif akan terus berubah bentuknya sampai substrat terikat secara sepenuhnya, yang mana bentuk akhir dan muatan enzim ditentukan.
Enzim dapat bekerja dengan beberapa cara:
• Menurunkan energi aktivasi dengan menciptakan suatu lingkungan yang mana keadaan transisi terstabilisasi (contohnya mengubah bentuk substrat menjadi konformasi keadaan transisi ketika ia terikat dengan enzim.)
• Menurunkan energi keadaan transisi tanpa mengubah bentuk substrat dengan menciptakan lingkungan yang memiliki distribusi muatan yang berlawanan dengan keadaan transisi.
• Menyediakan lintasan reaksi alternatif. Contohnya bereaksi dengan substrat sementara waktu untuk membentuk kompleks Enzim-Substrat antara.
• Menurunkan perubahan entropi reaksi dengan menggiring substrat bersama pada orientasi yang tepat untuk bereaksi. Menariknya, efek entropi ini melibatkan destabilisasi keadaan dasar,dan kontribusinya terhadap katalis relatif kecil.
Fungsi utama suatu enzim adalah mengurangi hambatan energi aktivasi pada suatu reaksi kimia. Energi aktivasi adalah jumlah energi yang dibutuhkan untuk membawa suatu substansi ke status reaktifnya.
E. Kondisi yang Mempengaruhi Kerja Enzim
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kerja enzim diantaranya adalah sebagai berikut.
1. Suhu
Enzim tidak dapat bekerja secara optimal apabila suhu lingkungan terlalu rendah atau terlalu tinggi. Jika suhu lingkungan mencapai 0° C atau lebih rendah lagi, enzim tidak aktif. Jika suhu lingkungan mencapai 40° C atau lebih, enzim akan mengalami denaturasi (rusak). Suhu optimal enzim bagi masing-masing organisme berbeda-beda. Untuk hewan berdarah dingin, suhu optimal enzim adalah 25° C, sementara suhu optimal hewan berdarah panas, termasuk manusia, adalah 37° C.
2. pH (Tingkat Keasaman)
Setiap enzim mempunyai pH optimal masing-masing, sesuai dengan "tempat kerja"-nya. Misalnya enzim pepsin, karena bekerja di lambung yang bersuasana asam, memiliki pH optimal 2. Contoh lain, enzim ptialin, karena bekerja di mulut yang bersuasana basa, memiliki pH optimal 7,5-8.
3. Aktivator dan Inhibitor
Aktivator adalah zat yang dapat mengaktifkan dan menggiatkan kerja enzim. Contohnya ion klorida, yang dapat mengaktifkan enzim amilase.
Inhibitor adalah zat yang dapat menghambat kerja enzim. Berdasarkan cara kerjanya, inhibitor terbagi dua, inhibitor kompetitif dan inhibitor nonkompetitif. Inhibitor kompetitif adalah inhibitor yang bersaing aktif dengan substrat untuk mendapatkan situs aktif enzim, contohnya sianida bersaing dengan oksigen dalam pengikatan Hb. Sementara itu, inhibitor nonkompetitif adalah inhibitor yang melekat pada sisi lain selain situs aktif pada enzim, yang lama kelamaan dapat mengubah sisi aktif enzim.
4. Konsentrasi enzim dan substrat
- Semakin tinggi konsentrasi enzim akan semakin mempercepat terjadinya reaksi. Dan konsentrasi enzim berbanding lurus dengan kecepatan reaksi.
- Jika sudah mencapai titik jenuhnya, maka konsentrasi substrat berbanding terbalik dengan kecepatan reaksi.
Setiap enzim akan bekerja secara optimal pada pH dan temperatur tertentu. Pada suhu yang tinggi enzin akan terdenaturasi(yakni terbuka dari lipatannya dan menjadi tidak aktif) oleh pemanasan ataupun denaturan kimiawi. Tergantung pada jenis-jenis enzim, denaturasi dapat bersifat reversibel maupun ireversibel.,sedangkan pada suhu yang rendah enzim akan menghentikan aktivitasnya. Enzim dapat diawetkan dengan cara menyimpannya pada suhu sekitar 00¬C atau kurang. Keadaan yang optimum bagi aktivitas suatu enzim tidak berarti optimum untuk enzim-enzim lain atau bagi berfungsinya seluruh sel.
F. Penghambat Kerja Enzim
Aktivitas suatu enzim dapat dihambat oleh zat-zat kimiawi melalui berbagai cara. Hambatan enzim dapat dikelompokkan ke dalam tipe non-reversible(tidak dapat balik),reversible(dapat balik). Hambatan non-reversible biasanya menyangkut modifikasi atau menjadi tidak aktifnya satu atau lebih gugusan fungsional enzim tersebut.
Ada 2 tipe hambatan reversible,yaitu kompetitif dan nonkompetitif. Hambatan kompetitif dapat balik dengan cara menambah konsentrasi substrat,sedangkan hambatan nonkompetitif tidak bersaingdengan substrat untuk menempati situs aktif pada permukaan enzim.
G. Kondisi yang Mempengaruhi Pembentukan Enzim
Salah satu yang mempengaruhi penbentukan enzim adalah kondisi lingkungan,pH dan suhu. Berdasarkan ada tidaknya substrat dan pembentukan enzim,maka enzim dapat dibagi dalam 2 kelompok:
• Enzim-enzim konstitutif : enzim-enzim ini selalu dihasilkan oleh sel. Contohnya adalah beberapa enzim pada proses glikolisis
• Enzim-enzim adaptif (terinduksi) : enzim ini dihasilkan oleh sel hanya sebagai tanggapan terhadap adanya substrat tertentu. Proses ini disebut induksi enzim dan substratnya yang menyebabkan pembentukan enzim tersebut ialah induser. Contoh enzimnya adalah B-galaktosidase.
H. Penetapan Aktivitas Enzim
Aktifitas enzim dapat ditentukan melalui berbagai teknik. Untuk menguji aktivitas enzim secara kuantitatif perlu diketahui hal-hal berikut ini;
• Sifat reaksi yang dikatalis
• Kofaktor dan koenzim yang dibutuhkan
• Konsentrasi baik substrat maupun kofaktor ataupun koenzim
• pH optimum
• suhu optimum
• metode analitik sederhana
Konsentrasi substrat harus diatas taraf jenuh sehingga laju awal reaksi sebanding dengan konsentrasi enzim.
Koenzim dan kofaktor juga harus ditanbahkan dalam jumlah yang berlebih,sehinggga dengan demikian faktor pembatas yang sejati ialah konsentrasi enzim. Pada umumnya,pengukuran pembentukan produk reaksi lebih tepat daripada pengukuran lenyapnya substrat.
I. Sifat dan Mekanisme Pengendalian Enzim
Enzim bekerja secara serentak dan terkoordinasi sehingga semua kegiatan kimiawi dalam sel menjadi saling terpadu. Salah satu akibatnya yaang jelas adalah sel hidup membutuhkan dan menguraikan bahan-bahanyang dibutuhkan bagi metabolisme dan pertumbuhan normal. Hal ini mengisyaratkan adanya mekanisme pengendalian metolisme selular yang tepat yang pada akhirnya menyangkut pengendalian kegiatan enzim. Aktivitas enzim dapat diatur melalui 2 cara : pengendalian katalis secara langsung dan pengendalian genetik.

Pengendalian langsung mekanisme katalitik itu sendiri
Terjadi dengan mengubah konsentrasi substrat atau reaktan. Artinya,bila konsentrasi substrat bertambah,maka laju reaksi meningkat sampai tercapai suatu nilai pembatas. Dan bila produk menumpuk,laju reaksi menurun.

Pangendalian langsung melalui penggandengan dengan proses-proses lain
Maksudnya adalah pengaturan oleh ligan (molekul yang dapat treikat pada enzim)yang tidak ikut berperan dalam proses katalitik itu sendiri. Ada berbagai macam pengendalian seperti itu,diantaranya
1. Hambatan arus balik,ligan pengaturnya adalah produk akhir suatu lintasan metabolik yang dapat menghentikan sintesisnya sendiri dengan cara menghambat aktivitas salah satu enzim pada awal lintasan biosintetiknya.
2. Aktivasi prekursor,ligan pengaturnya merupakan prekursor pertama suatu lintasan.
3. pengendalian yang berkaitan dengan energi,ligan pengaturnya adalah reaksi-reaksi yang berkaitan dengan energi .
4. Sifat-sifat pengikatan enzim pengatur,tidak semua enzim merupakan enzim pengatur yang aktivitasnya dapat dikendalikan secara langsung. Enzim tersebut dapat dipengaruhi oleh metabolit pengatur. Enzim pengatur disebut enzim alosterik. Enzim yang berperan pada waktu sel beradaptasi pada lingkungan yang berubah dalah induksi dan represi enzim.

Pengendalian genetis : induksi dan represi enzim
Untuk terjadinya sintesis enzim dinutuhkan suatu induser, yaitu substansi berberat molekul rendah dan bisa berupa substrat atau senyawa dari reaksi yang dikatalis oleh enzim yang bersangkuatan,prosesnya disebut induksi.
Bila substansi berberat molekul rendah baik produk ataupun senyawa yang sekerabat bagi reaksi yang bersangkutan,berlaku sebagai kopressor dengan cara mencegah sintesis enzim tersebut,disebut represi.

Read Users' Comments (1)komentar

kultur jaringan

Kira-kira permulaan abad ini, beberapa para ahli botani mengembangkan suatu teori, bahwa sel atau jaringan tanaman pada dasarnya dapat ditanam secara terpisah dalam suatu kultur in-vitro. Sel dan jaringan yang ditanam dengan cara ini memiliki kemampuan untuk regenerasi bagian-bagian yang diperlukan, dalam upaya untuk bisa tumbuh dengan normal, membentuk kembali menjadi tumbuhan yang utuh. Dengan kata lain, bahwa di dalam masing-masing sel tumbuhan mungkin mengandung informasi genetik dan atau sarana fisiologis tertentu yang mampu membentuk tanaman lengkap bila ditempatkan dalam lingkungan yang sesuai. Kemampuan inilah yang kemudian dikenal sebagai totipotensi (Wetherel, 1999:1).
Berbagai penelitian telah dilakukan untuk membuktikan pendapat ini, namun pada saat itu belum berhasil, karena kurangnya pengetahuan para peneliti, khususnya dalam hal kebutuhan nutrisi dan hormon untuk pertumbuhan. Baru pada beberapa waktu kemudian, yaitu sejak diketemukannya dua macam hormon tumbuhan yaitu, asam indo asetat dan asam naftalenasetat, telah mulai berhasil dilakukan kultur organ (1920) dan kultur jaringan (1939). Hingga sekarang, kedua hormon tumbuhan tersebut diyakini memiliki peranan yang sangat penting artinya dalam kultur jaringan modern (Wetherel, 1999:1-2).
Dengan sifat totipotensi, tumbuhan dapat dikembangbiakan secara vegetatif. Perbanyakan tanaman secara vegetatif (menggunakan bagian organ pertumbuhan tanaman) merupakan alternatif dalam upaya mendapatkan tanaman baru yang mempunyai sifat sama dengan induknya. Perbanyakan tanaman secara konvesional atau tradisional umumnya masih memerlukan waktu yang cukup lama dan membutuhkan tempat yang luas. Oleh karena itu, di beberapa negara maju saat ini telah dikembangkan suatu sistem perbanyakan tanaman secara vegetatif yang lebih cepat dengan hasil yang lebih banyak. Sistem perbanyakan tanaman ini dikenal sebagai teknik kultur jaringan atau budi daya jaringan, dapat juga disebut dengan perbanyakan tanaman secara vegetatif-modern (Gunawan, 1988:1).
Kultur jaringan adalah suatu metode untuk mengisolasi bagian dari tanaman seperti protoplasma, sel, sekelompok sel, jaringan dan organ, serta menumbuhkannya dalam kondisi aseptik, sehingga bagian-bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman lengkap kembali. Pada mulanya, orientasi teknik kultur jaringan hanya pada pembuktian teori totipotensi sel. Kemudian teknik kultur jaringan berkembang menjadi sarana penelitian di bidang fisiologi tanaman dan aspek-aspek biokimia tanaman (Gunawan, 1988:1)
Sistem kultur jaringan memiliki keuntungan lain yaitu: penghematan tenaga, waktu, tempat dan biaya. Dengan teknik kultur jaringan dapat pula dihasilkan beribu-ribu bahkan berjuta-juta tanaman baru yang berkualitas tinggi dengan waktu yang singkat (Nugroho dan Sugito, 2004:1-2)
Menurut Nugroho dan Sugito (2004) Kultur jaringan akan berhasil dengan baik apabila memenuhi syarat-syarat berikut, yaitu :
1. Pemilihan eksplan
Eksplan yaitu bagian tanaman yang digunakan dalam kulturasi. Eksplan yang diambil umumnya adalah jaringan muda yang disebut dengan bagian meristem, misalnya daun muda, ujung akar, ujung batang, keeping biji, dll.
2. Penggunaan media yang cocok.
3. keadaan yang aseptik dan pengaturan udara yang baik.
Teknik kultur jaringan dilakukan dengan cara menumbuhkan bagian generatif atau vegetatif pohon induk. Bagian generatif yang digunakan bisa berupa ovule, embrio, atau biji. Sementara itu, bagian vegetatifnya bisa berupa akar, daun, batang, atau mata tunas. Penumbuhan bagian-bagian tersebut dilakukan di media cair dan padat. Media cair yang terdiri dari zat nutrisi dan pengatur tumbuh digunakan untuk menumbuhkan PLB (protocorm like body), yaitu jaringan yang akan berkembang menjadi tanaman baru. Sementara itu, media padat yang terdiri dari campurn agar, nutrisi, aquades digunakan untuk memperbanyak dan membesarkan PLB yang telah tumbuh menjadi bibit di dalam media cair. Setelah bibit dalam media padat besar, baru dipisahkan dan masing-masing di tanam didalam pot (Anonim, 2007:61).
Media kultur tersusun dari beberapa komponen berikut; hara makro yang digunakan pada semua media, hara mikro hampir selalu digunakan, vitamin-vitamin yang ditambahkan dalam jumlah yang bervariasi, gula, asam amino, persenyawaan kompleks, buffer organik, arang aktif, zat pengatur tumbuh terutama auksin dan sitokinin dan bahan pemadat (agar) (Gunawan, 1988:67-68).
Proses kultur jaringan memiliki tahap-tahap tertentu dimulai dari inisiasi yaitu upaya penumbuhan meristem atau bagian tanaman (mata tunas, ujung akar, ujung daun muda, keping biji) agar tumbuh dalam media yang bebas hama dan penyakit (Nugroho dan Sugito, 2004:41). Kedua tahap sub kultur atau tahap II (D.F. Wetherel, 1999:83). Ketiga Tahap Aklimatisasi yang bertujuan untuk mengadaptasikan tanaman hasil kultur terhadap lingkungan baru (di luar botol baru) sebelum ditanam di lahan sebenarnya (Nugroho dan Sugito, 2004:50)
Supaya kecambah ataupun plantlet tidak kehabisan unsur hara dalam media, maka perlu dilakukan subkultur. Jadi sub-kultur dapat diartikan sebagai usaha untuk mengganti media tanam kultur jaringan dengan media yang baru sehingga kebutuhan nutrisi untuk pertumbuhan kecambah ataupun plantlet dapat terpenuhi (Amilah dan Astuti, 2006:5). Selain itu kultur memerlukan media yang susunannya baru, agar berdiferensiasi lebih lanjut (Gunawan, 1995: 68).
Pada tahap sub kultur, frekuensi pengulangan dari sub kultur bervariasi untuk tiap spesies dan kondisi pertumbuhan. Beberapa macam kultur umumnya disub kultur tiap 4-8 minggu. Hampir tidak ada kepustakaan yang menyebutkan jumlah pengulangan sub kultur yang dapat dilakukan untuk maksud-maksud propagasi. Secara teori sedikitnya ada tiga masalah yang dapat menyebabkan kerusakan dari kultur-kultur tersebut, yaitu terjadinya perubahan genetik, kekurangan nutrisi, dan penyakit. Beberapa peneliti melaporkan bahwa pada beberapa tanaman yang telah disub kulturkan beberapa kali, ternyata tidak terjadi penurunan daya tumbuh atau perubahan karakteristik yang bisa diamati. Beberapa peneliti lain menganjurkan untuk melakukan sub kultur paling banyak 3-6 kali. Sebagai aturan yang dapat di pakai adalah untuk menghentikan sub kultur setelah terjadi perubahan morfologis yang tidak dikehendaki atau setelah kekuatan tumbuh kultur menurun (Wetherel, 1999:86).
Tanaman anggrek di subkultur sebanyak tiga kali yang memakan waktu lebih kurang selama 9 bulan. Setelah 2 minggu terlihat bola-bola kecil berwarna kehijauan menunjukkan bahwa biji sudah mulai tumbuh. Benih berumur 3 bulan setelah tanam disubkulturkan yaitu ditanam kembali ke dalam media baru, yang berisi benih yang berdaun 2. Setelah berumur 6 bulan setelah tanam disubkulturkan lagi ke dalam media baru, yang berisi tanaman kecil berdaun 4 dan berakar. Kemudian umur 9 bulan setelah tanam disubkulturkan lagi ke dalam media baru, yang berisi tanaman kecil berdaun 6 dan berakar yang siap diaklimatisasi atau dikeluarkan dari botol (Astuti, 2009:6).

Read Users' Comments (0)

Read Users' Comments (1)komentar